Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau SKPKB merupakan salah satu sarana administrasi yang digunakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk dapat melakukan penagihan pajak kepada Wajib Pajak. Berdasarkan dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) meliputi besaran jumlah pokok pajak, kredit pajak, kekurangan pembayaran terhadap pokok pajak, besaran sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayarkan oleh Wajib Pajak.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) memiliki fungsi sebagai berikut, yaitu:
Dapat mengoreksi atas jumlah pajak yang terutang berdasarkan dengan Surat Pemberitahuan (SPT)
Sebagai sarana administrasi yang dapat mengenakan sanksi kepada Wajib Pajak
Sebagai alat yang digunakan untuk menagih pajak.
Penerbitan SKPKB
Dengan mengacu pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 yang telah beberapa kali mengalami perubahan terakhir menjadi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), menyebutkan bahwa jatuh tempo untuk Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) adalah 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak.
Alasan Diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Alasan diterbitkannya SKPKB tercantum dalam Pasal 13 Ayat 1 Undang-Undang KUP. Dijelaskan bahwa Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan SKPKB dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak dengan beberapa alasan sebagai berikut ini:
Hasil Pemeriksaan Pajak Menunjukkan Pajak Terutang Kurang Dibayar oleh Wajib Pajak
Berdasarkan hasil pemeriksaan pajak atau keterangan lain, pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar. Keterangan lain yang dimaksud adalah dilakukan pemeriksaan data konkret. Rincian data konkret sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 adalah:
Hasil klarifikasi atau konfirmasi faktur pajak
Bukti pemotongan pajak penghasilan (PPh)
Data perpajakan terkait dengan wajib pajak yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Ayat 3 Undang-Undang KUP. Juga setelah menerima surat teguran, wajib pajak tidak menyampaikan SPT pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran.
Bukti transaksi atau data yang dapat digunakan untuk menghitung kewajiban perpajakan wajib pajak.
Adanya Surat Teguran
Apabila Surat Pemberitahuan (SPT) tidak disampaikan dalam jangka waktu yang diatur dalam Pasal 3 Ayat 3 wajib pajak akan menerima surat teguran. Jika setelah diberikan surat teguran wajib pajak tidak kunjung menyampaikan SPT hingga dilakukan pemeriksaan pajak, maka akan dikenakan sanksi administrast berupa denda sebesar:
50% dari pajak penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dalam satu tahun pajak
100% dari pajak penghasilan yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetor
100% dari pajak pertambahan nilai yang tidak atau kurang dibayar.
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang Tidak Seharusnya Dikompensasi atau Dikenai Tarif 0%
Berdasarkan hasil pemeriksaan pajak atau keterangan lain mengenai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif pajak 0% (nol persen) atau ekspor. Penerbitan SKPKB dengan alasan ini berdasarkan hasil pemeriksaan pajak, baik pemeriksaan biasa maupun pemeriksaan data konkret. Pada saat menghitung pajak yang kurang bayar, pemeriksa menambahkan sanksi administrasi sebesar 100% dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang tidak atau kurang dibayar.
4. Wajib Pajak Tidak Sepenuhnya Menyelenggarakan Pembukuan
Tidak dipenuhinya kewajiban perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau Pasal 29, sehingga tidak dapat diketahui besarnya jumlah pajak yang terutang. Kewajiban perpajakan yang dimaksud adalah wajib pajak tidak sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan, sehingga tidak diketahui besarnya pajak yang terutang. Pemeriksa pajak tidak dapat menghitung pajak terutang sesuai keadaan sebenarnya berdasarkan pembukuan. Dengan keadaan demikian, maka pemeriksa menghitung pajak tidak berdasarkan pembukuan, tetapi berdasarkan penghitungan secara jabatan.
5. Wajib Pajak sudah Memenuhi Syarat Objektif dan Subjektif Memiliki NPWP atau Menjadi PKP
Apabila kepada wajib pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 Ayat 4a. Hal ini menjadi salah satu alasan bahwa meskipun wajib pajak telah memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP, namun dalam hal kantor pajak memiliki bukti wajib pajak telah memenuhi syarat sebagai PKP. Maka terhadap wajib pajak tersebut harus diterbitkan SKPKB. Bagi wajib pajak yang baru terdaftar, SKPKB juga dapat diterbitkan ke tahun pajak sebelum NPWP terbit.
Sumber :
Pajakku
Mekariklikpajak